World Financial Flow adalah istilah
yang menggambarkan bahwa uang memiliki kemampuan yang tidak terbatas. Kemampuan
uang yang tidak terbatas itu tentu saja tidak terlepas dari peran Financial
Intermediary. Apa sih Financial Intermediary itu?
Financial Intermediary adalah
perantara keuangan yang membantu jalannya proses transaksi dari lembaga –
lembaga keuangan. Peran Financial Intermediary sangat dibutuhkan pihak – pihak
atau lembaga – lembaga yang hendak melakukan tansaksi. Salah satu peran
Financial Intermediary adalah Risk Transfer.
Untuk lebih jelasnya, mari kita
ilustrasikan Financial Intermediary pada sebuah contoh kasus dibawah ini.
Tuan A, seorang wirausahawan yang
sangat sukses dalam membina usahanya, berniat menyimpan uangnya di Bank City
dalam rangka berinvestasi melihat suku bunga yang ditawarkan Bank City sangat
menjanjikan.
Dilain pihak, Tuan B adalah seorang
wirausahawan yang sedang membutuhkan suntikan dana untuk pendanaan ekspansi
usahanya. Tuan B berencana meminjam dana kepada Bank City.
Bank City tentu saja tidak langsung
menyetujui peminjaman dana Tuan B. Perlu adanya Double Coincidence dalam
transaksi ini. Double Coincidence tersebut adalah Trust (Kepercayaan) dan Fund
(Dana). Pihak Bank terlebih dahulu harus ‘mengenal’ Tuan B sebelum menyetujui
permohonan peminjaman dana Tuan B. Proses ‘mengenal’ tersebut bisa dilakukan
dengan Survei. Setelah tercapainya ‘trust’, Bank City juga tidak begitu saja
menyetujui peminjaman dana tersebut. Bank City harus memiliki dana untuk
dipinjamkan kepada Tuan B. Dalam kasus ini, dana yang digunakan Bank City untuk
dipinjamkan kepada Tuan B berasal dari Tuan A.
Bank City kemudian menyetujui
pengajuan peminjaman dana Tuan B, dengan syarat Tuan B akan mengembalikan dana
tersebut pada waktu dan dengan bunga yang telah ditentukan Bank City.
Dari kasus diatas, Bank City
diasumsikan sebagai Financial Intermediary antara Tuan A dan Tuan B. Tuan A
yang telah menyimpan uangnya di Bank City berhak mendapatkan bunga yang telah dijanjikan
Bank City. Tentu saja Bank City harus memiliki dana yang akan digunakan untuk
membayar bunga kepada Tuan B. Dana tersebut berasal dari bunga pinjaman yang
dibayarkan Tuan B atas pinjamannya tersebut.
Bunga yang diberikan Bank City kepada
Tuan A disebut sebagai i1 dan bunga yang harus dibayarkan Tuan B
kepada Bank City disebut sebagai i2. i2 harus lebih besar
daripada i2 agar Bank City dapat memberikan bunga kepada Tuan A.
Selisih antara i2 dan i1 itulah yang akan menjadi profit
bagi Bank City.
Bagaimana bila tidak ada Bank City
yang bertindak sebagai Financial Intermediary antara Tuan A dan Tuan B?
Tanpa melalui Bank City, Tuan B bisa
mendapatkan dana dengan cara menerbitkan obligasi, yang akan dibeli oleh Tuan A
melalui pasar modal (Capital Market).
Dari transaksi di pasar modal tersebut terciptalah i3 yang
harus dibayarkan Tuan B kepada Tuan A. i3 tersebut haruslah lebih
besar daripada i1 karna jika i1 lebih besar daripada i3,
Tuan A akan lebih memilih untuk menyimpan uangnya di Bank City saja, karena
resikonya akan lebih kecil dengan bunga yang lebih besar daripada membeli
obligasi Tuan B di pasar modal. I2 juga harus lebih besar dari i3
karena i2 tersebut akan digunakkan Bank City untuk membayar i3.
Menyambung ilustrasi pertama dimana
terdapat Bank City sebagai Financial Intermediary antara Tuan A dan Tuan B,
Bank City juga berperan sebagai ‘Risk Transfer’ antara Tuan A dan Tuan B. Jika
suatu waktu Tuan B tidak mampu membayar pinjamannya, Bank City-lah yang akan
bertanggung jawab kepada Tuan A. Inilah yang disebut sebagi ‘Risk Transfer’.
Bank City tentu saja tidak mau
menanggung seluruh kerugian atas ketidakmampuan Tuan B membayar pinjamannya.
Bank City kemudian melakukan asuransi pada Asuransi XYZ. Bank City harus
membayar premi kepada Asuransi XYZ sebesar Rp 1.000.000,-. Jika suatu waktu
Tuan B tbenar – benar tidak mampu membayar kewajibannya kepada Bank City, Bank
City akan menerima Uang Pertanggungan (Sum Insured) sebesar Rp 100.000.000,-
dari Asuransi XYZ.
Asuransi XYZ yang merasa tidak mampu
jika harus membayar uang pertanggungan sebesar Rp 100.000.000,- kepada Bank
City kemudian melakukan asuransi kepada Asuransi OPQ. Asuransi XYZ membayarkan
premi kepada Asuransi OPQ sebesar Rp 800.000,- setiap bulannya, maka Asuransi
OPQ harus memberikan uang pertanggungan sebesar Rp 80.000.000,- kepada Asuransi
XYZ yang akan diberikan lagi kepada Bank City sebagai uang pertanggungan atas
ketidakmampuan Tuan B membayar kewajibannya. Proses pengasuransian kembali oleh
pihak Asuransi XYZ kepada Asuransi OPQ dikenal dengan istilah ‘Reasuransi’ atau
‘Reinsurance’. Dengan dilakukannya reasuransi tersebut, Asuransi XYZ hanya akan
menanggung uang pertanggungan kepada Bank City sebesar Rp 20.000.000,-.
Asuransi OPQ merasa keberatan jika
harus menanggung sendiri uang pertanggungan kepada Asuransi XYZ sebesar Rp
80.000.000,-. Asuransi OPQ kemudian melakukan asuransi kepada Asuransi KLM.
Asuransi OPQ membayar premi kepada Asuransi KLM sebesar Rp 550.000,- setiap
bulannya, maka Asuransi KLM harus membayar uang pertanggungan kepada Asuransi
OPQ sebesar Rp 55.000.000,- yang kemudian akan dibayarkan Asuransi OPQ kepada
Asuransi XYZ. Proses pengasuransian kembali asuransi yang telah diasuransikan
(reasuransi) dikenal sebagi istilah ‘Retrocessi’. Dengan dilakukannya ‘Retrocessi’
tersebut, pihak Asuransi KLM akan menanggung uang pertanggungan Rp 55.000.000,-
sehingga Asuransi OPQ hanya akan menanggung uang pertanggungan sebesar Rp 25.000.000,-
dan Asuransi XYZ hanya akan menanggung uang pertanggungan kepada Bank City
sebesar Rp 20.000.000,-.
Sayangnya, Di Indonesia tidak
menyediakan jasa Retrocessi. Proses asuransi tersebut terhenti hanya sampai
proses Reasuransi. Sehingga untuk melakukan Retrocessi tersebut, dana yang
tersedia harus dibawa keluar negeri. Proses pelarian dana keluar negeri ini
dikenal dengan istilah ‘Capital Flight’.
Kembali kepada Asuransi KLM. Asuransi
KLM tidak diam saja untuk menanggung uang pertanggungan sebesar Rp 55.000.000,-
tersebut. Asuransi KLM membutuhkan dana untuk memenuhi kewajibannya tersebut.
Asuransi KLM kemudian memutuskan untuk menginvestasikan uang premi yang
dibayarkan Asuransi OPQ. Asuransi KLM mendirikan Manajemen Investasi (MI) untuk
memutar uang premi tersebut. MI kemudian membentuk PT. HI, PT. XY, dan PT. ZL.
Ketiga PT bentukan Asuransi KLM
tersebut kemudian bertransaksi di pasar modal, dan membeli saham Bank City yang
kebetulan sedang menjual sahamnya. PT. HI membeli 20% saham Bank City, PT. XY
membeli 30% saham Bank City, dan PT. ZL membeli 30% saham Bank City.
Dengan demikian, Asuransi KLM
memiliki 80% saham Bank City dan memiliki kendali atas Bank City. Asuransi KLM
berhak menentukan dengan lembaga mana saja Bank City harus bertransaksi.
Ilustrasi diatas telah menggambarkan
istilah World Financial Flow, yang sangat jelas menunjukkan bahwa uang tidak
memiliki batas, terlebih setelah dilakukannya Capital Flight.
Perlu diketahui, transaksi yang
terjadi di Bank City, antara penabung dan peminjam harus seimbang. Karena jika
semua orang menabung di Bank City dan tidak ada yang melakukan pinjaman kepada
Bank City, darimana Bank City akan mendapatkan dana untuk memberikan bunag
kepada si penabung? Dan jika semua orang hendak melakukan pinjaman kepada Bank
City tetapi tidak ada yang menyimpan uang uangnya di Bank City, darimana Bank
City memiliki dana untuk dipinjamkan? Demi menciptakan keseimbangan tersebut,
Bank City kemudian membentuk satu atau lebih lembaga, yang akan menyalurkan
dananya untuk didistribusikan kepada peminjam.
Mari kita ilustrasikan Bank City
membentuk PT. ABC. PT. ABC bertugas memberikan dana kepada PT. AHASS (jasa
perkreditan motor). Tuan C berniat me-leasing sebuah motor di PT. ABC. Tuan C
melakukan pembayaran atas motor tersebut
setiap bulannya melalui PT. ABC lalu PT. ABC menyerahkan kepada Bank City. Dari
transaksi tersebut terciptalah i4. PT. ABC membayar i2 kepada
Bank City. Selisih antara i4 dan i2 tersebutlah yang
merupakan keuntungan PT. ABC.
Selain membentuk PT. ABC, Bank City
juga membentuk PT. DEF yang bertugas mendistribusikan kartu kredit kepada para
nasabah. Nasabah membayar tagihan kartu kredit melalui PT. DEF lalu
menyampaikannya kepada Bank City. Terciptalah i5 pada transaksi
tersebut. PT. DEF membayarkan i2 kepada Bank City. Selisih antara i5
dan i2 tersebutlah yang merupakan keuntungan PT. DEF.
Itulah sekelumit yang bisa saya bagikan di blog ini, semoga bermanfaat :)
0 komentar:
Posting Komentar