Kamis, 04 Juli 2013

Financial Intermediary

Diposting oleh itsuntoldstory di 11.09
Pada kesempatan sebelumnya saya telah membahas World Financial Flow dan telah mengilustrasikan sedikit tentang Bank sebagai Financial Intermediary. Sekarang, saya akan membahas sedikit lebih banyak tentang mekanisme Bank sebagai Financial Intermediary (Perantara Keuangan).
Mekanisme sebuah Bank sangat erat kaitannya dengan Source of Fund (Sumber Dana) dan Use of Fund (Penggunaan Dana). Source of Fund adalah semua pos – pos yang terdapat di sisi pasiva dalam neraca, sedangkan Use of Fund adalah semua pos – pos yang terdapat di sisi aktiva dalam neraca. Tidak seperti accounting pada umumnya, Source of Fund mencerminkan darimana Bank memperoleh uang dan Use of Fund mencerminkan bagaimana Bank mengalokasikan Source of Fund-nya. Berarti, semua pos yang ada di sisi pasiva jika mengalami penambahan harus dicatat sebagai kredit, dan semua pos yang terdapat disisi aktiva jika mengalami penambahan harus dicatat di debit.


Adapun pos – pos yang termasuk dalam Source of Fund adalah (1) Deposit atau dana pihak ketiga, (2) Securities atau dana pihak kedua, (3) Capital atau dana pihak pertama.

1. Deposito
Deposito atau biasa disebut dana pihak ketiga adalah dana yang paling besar proporsinya dibandingkan dengan source of fund lainnya. Dana ini dihimpun dari masyarakat yang surplus. Terdapat 3 jenis deposito, yaitu (a) saving deposit (tabungan); (b) demand deposit (giro); (c) time deposit (deposito). Dari ketiga deposito tersebut akan menghasilkan variabel i1 bagi bank.

2. Securities
Securities adalah dana pihak kedua yaitu berupa (a) obligasi; (b) Pinjaman BI (Kredit Likuiditas Bank Indonesia/KLBI); dan (c) Pinjaman Holding. Dari securities ini akan menghasilkan variabel i2 bagi bank.

3. Capital
Capital adalah dana pihak pertama yang terdiri dari (a) Setoran Modal; (b) Hasil Operasi; dan (c) Deviden. Hasil Operasi adalah hasil pengurangan antara Laba operasi dengan retained earnings. Sisa dari hasil operasi tersebut akan dibagikan kepada para pemegang saham berupa deviden. Dari ketiga jenis capital tersebut diatas akan menghasilkan variable i3.

Dari ketiga pos Source of Fund tersebut diatas, Deposito-lah yang harus paling besar proporsinya dalam sebuah bank. Jika Capital dan Securities lebih besar proporsinya dibandingkan dengan proporsi Deposit, maka bank tersebut dinyatakan tidak sehat dan harus dilikuidasi.

Selain adanya Source of Fund di sisi pasiva, kita juga mengenal adanya Use of Fund di sisi aktiva. Use of Fund tersebut terdiri dari :

1. Cash Reverse (Cadangan Kas)
Sebuah Bank wajib memiliki cadangan kas karena menyangkut likuiditas sebuah bank. Cadangan Kas terbagi menjadi dua, yaitu kas dan Rekening Koran pada BI (R/K BI). Untuk kas, jumlah cadangannya tidak ditentukan, tetapi untuk R/K BI nilainya minimal 8% dari total deposito. Setiap Bank wajib menyimpan uang di BI dalam bentuk R/K BI. Peraturan yang mengatur R/K BI bernama Legal Reserve Requirement (LRR). R/K BI sangat penting bagi sebuah Bank. Fungsi R/K BI yang pertama adalah untuk menilai likuiditas. Jika R/K BI sebuah Bank kurang dari 8% maka Bank tersebut dinyatakan tidak likuid sehingga Bank tersebut harus di likuidasi. Fungsi R/K BI yang kedua adalah untuk melakukan transaksi kliring.

Peraturan R/K BI yang kedua menyangkut di sisi loan, yang bernama Loan Deposit Rasio (LDR), yaitu setiap Bank dapat menyalurkan loan maksimal 110%. Artinya, loan : (deposit + capital) x 100% jika loan 110%, deposit 100%, maka capital harus 10%. Peraturan ini menyangkut pada dua hal yaitu : (1) Prudent Bank : terpercaya, yaitu esensi dari kehati-hatian bahwa setiap pinjaman yang Bank salurkan kepada masyarakat wajib melibatkan modal dari Bank itu sendiri sebesar 10%. Istilah ini terkait Kolektibilitas Bank yaitu kemampuan peminjam mengembalikan pinjamannya. (2) Multiplier : Bank juga harus berfungsi sebagai lembaga multiplier atau pengganda nilai uang, sehingga Bank harus memiliki modal yang cukup untuk menyalurkan kredit.

Peraturan R/K BI yang ketiga adalah Capital Adequary Rasio (CAR). Selain kecukupan modal, rasio lainnya yang menyangkut kecukupan modal adalah CAR. Selain memiliki modal yang cukup untuk menyalurkan kredit, setiap bank juga harus memiliki modal yang cukup untuk melakukan investasi, dan mengalokasikan dana sesuai dengan resikonya masing – masing. CAR dapat ditunjukkan dengan cari membagi modal dengan ATMR (Aktiva Tertimbang Menurut Risiko). Ketika Bank menyalurkan kredit, perlu adanya peninjauan atas resiko tidak tertagihnya kredit tersebut. Resiko tersebut kemudian dikalikan dengan jumlah pinjamannya, sehingga diketahuilah jumlah ATMR tersebut.

2. Loan (Dana yang di pinjamkan)
Dana source of fund yang berasal dari Deposito, sebagian besar di alokasikan Bank untuk di pinjamkan kepada masyarakat. Dari kegiatan ini terbentuklah variabel i4. Sehingga i4 harus lebih besar dibandingkan dengan i1, i2, dan i3.

3. Securities
Selain menjual saham dan obligasi sebagai Source of Fund, Bank juga membeli saham dan obligasi sebagai kegiatan investasinya. Dari kegiatan berinvestasi tersebeut maka terbentuklah variabel i5.

4. Other Asset
Sebuah Bank juga memiliki asset lain seperti kendaraan, gedung, peralatan kantor, dan lain sebagainya.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, R/K BI sangat penting bagi sebuah Bank untuk menilai likuiditas, dan untuk kegiatan kliring. Apa yang dimaksud denga kliring. Untuk mengetahui esensi dari kliring, mari kita ilustrasikan :

Beberapa Bank di suatu wilayah, kita sebut saja sebagai Bank A, Bank B, Bank C, dan Bank D. Bank memiliki kebiasaan untuk saling berkirim surat setiap harinya. Surat tersebut dikirim pada pagi hari, dan akan dibalas pada sore harinya. Pengiriman dilakukan oleh kurir masing – masing Bank tersebut. Untuk menghemat waktu dan tenaga, keempat kurir tersebut kemudian bertemu disuatu tempat untuk bertukar surat – surat yang harus mereka kirim. Tempat tersebut  kemudian meminta charge atas transaksi yang mereka lakukan ditempat itu. Tempat itu mengenakan biaya sebesar minimal 8% dari jumlah deposito Bank tersebut. Tempat tersebut adalah Bank Indonesia. Biaya yang dikenakan disebut Rekening Koran pada BI, dan surat – surat tersebut disebut warkat. Proses diatas kita kenal dengan istilah Kliring.

Lalu Lintas Moneter melalui Transfer dan Kliring

Tuan Andri adalah seorang eksportir batik. Tuan Andri membeli kain kain batiknya dari Nona Memey. Tuan Andri membayar tagihan dari Nona Memey sebesar Rp 50.000.000,- dengan cek. Tuan Andri adalah nasabah Bank A, sedangkan Nona Memey adalah nasabah Bank B. Nona Memey mencairkan cek yang diberikan Tuan Andri di Bank B. Karena Tuan Andri merupakan nasabah dari Bank A, dan cek yang diberikan adalah cek dari Bank A, maka Bank B harus melakukan kliring kepada Bank A dengan cara mengirimkan nota debit. Pengiriman nota debit tersebut harus melalui Bank Indonesia. Bank Indonesia kemudian memotong jumlah R/K BI Bank A, lalu mengirimkan nota debit kepada Bank A. Nota debit yang dikirimkan oleh Bank B kepada Bank Indonesia disebut Nota Debet Keluar, sedangkan Nota Debet yang dikirimkan Bank Indonesia kepada Bank A disebut Nota Debit Masuk.



Karena hubungan bisnis antara Tuan Andri dan Nona Memey sudah sangat kental, pada hari ulang tahun Nona Memey yang ke 19, Tuan Andri menghadiahkan Nona Memey berupa uang senilai Rp 20.000.000,- yang dikirimkan melalui Bank A kepada Bank B. Bank A harus memotong jumlah tabungan Tuan Andri dan mengirimkan kepada Nona Memey melalui Bank B. Bank A kemudian mengirimkan nota kredit kepada Bank Indonesia, kemudian Bank Indonesia segera memotong jumlah R/K BI Bank A, dan dan menambahkannya ke R/K BI Bank B. Lalu, Bank Indonesia mengirimkan nota kredit kepada Bank B. Segera setelah pengiriman nota debit oleh Bank Indonesia kepada Bank B, bertambahlah jumlah tabungan Nona Memey senilai Rp 20.000.000,-


Pada suatu ketika, Tuan Andri memberikan cek senilai Rp 90.000.000,- kepada Nona Memey sebagai pembayaran atas pemesanan kain – kain batiknya. Nona Memey kembali harus mencairkan ceknya melalui Bank B. Bank B kemudian mengirimkan lagi nota debit keluar kepada Bank Indonesia, Bank Indonesia kembali harus memotong jumlah R/K BI Bank A, dan menambahkannya ke dalam R/K BI Bank B. Kemudian, Bank Indonesia mengirimkan nota debit masuk kepada Bank A. Bank A kemudian menemukan bahwa jumlah giro Tuan Andri tidak mencukupi untuk memenuhi cek senilai Rp 90.000.000,- maka Bank A mengirimkan tolakan kliring kepada Bank Indonesia. Bank Indonesia kemudian mengembalikan saldo R/K BI Bank A dan Bank B seperti semula.


Jika Bank A memiliki deposito sebesar Rp 100.000.000,- maka R/K BI minimal Bank A senilai Rp 8.000.000,- (8% dari jumlah deposit). Bank A memiliki Excess Reserve sebesar Rp 2.000.000,- sehingga total R/K BI adalah senilai Rp 10.000.000,-. Jika terjadi kliring sebesar Rp 4.000.000,- maka Bank Indonesia harus membayar kliring tersebut dari total R/K BI Rp 10.000.000,-. Sehingga total R/K BI akan menjadi Rp 6.000.000,-. Hal ini sudah menyalahi aturan bahwa total R/K BI sebuah bank minimal adalah 8%. Bank A harus menyetor dana sebesar Rp 2.000.000,- untuk menambah jumlah R/K BI sebelum melunasi kliring tersebut. Waktu pembayaran R/K BI ditentukan hanya dalam 10 hari kerja minggu atau setiap 2 minggu sekali, jadi belum waktunya bagi Bank A menyetorkan R/K BI. Dengan demikian, Bank A harus melakukan “call money” yaitu meminjam dari bank lain untuk menambahkan saldo R/K BI nya i agar dapat segera melunasi kliring tersebut. Jika pinjaman biasa menggunakan pa (pertahun) sebagai perhitungan bunga, call money menggunakan perhitungan bunga on (overnight) bunga dihitung (misal) 10% per malam.

Dari ilustrasi diatas, sangat jelas bahwa R/K BI memang hal yang krusial bagi sebuah bank. Kesalahan perhitungan R/K BI akan membuat R/K BI sebuah bank menjadi terlalu besar atau terlalu kecil. Jika R/K BI sebuah bank terlalu kecil, bank mau tidak mau harus menanggung bunga overnight atas call money yang dilakukannya. Jika terlalu besar R/K BI sebuah bank, bisa saja bank tersebut akan kekurangan cadangan kas.

Apakah kliring hanya bisa terjadi jika bank – bank tersebut berada di satu wilayah? Bagimana bila kliring terjadi antara dua bank berbeda dan di kota yang berbeda?

Tuan Andri, nasabah Bank A Jakarta, ingin mengirim uang kepada Nona Lani, nasabah Bank B Wamena. Transaksi ini dapat dilakukan dengan 2 cara :
(1) Bank A Jakarta mentransfer sejumlah uang kepada Bank A Wamena, dengan cara mendebit tabungan Tuan Andri pada RAK (Rekening Antar Kantor). Bank A Wamena melakukan kliring kepada Bank Indonesia Wamena dengan cara mendebit RAK pada R/K BI. Bank Indonesia kemudian menyampaikan uang tersebut kepada Bank B Wamena. Bank Indonesia mendebit R/K BI Bank A Wamena pada R/K BI Bank B Wamena. Bank B Wamena mendebit R/K BI pada Tabungan Nona Lani.

(2) Bank A Jakarta melakukan kliring kepada Bank Indonesia Jakarta dengan cara mendebit tabungan Tuan Andri pada R/K BI. Bank Indonesia Jakarta mengirim uang tersebut ke Bank B Jakarta, kemudian Bank B Jakarta mengirimkan uang tersebut kepada Bank B Wamena.


Itulah sedikit ilustrasi tentang lalu lintas moneter melalui mekanisme transfer dan kliring. Perbedaan antara transfer dan kliring terletak pada Bank yang dituju. Jika transaksi terjadi antara Bank yang sama, transaksi tersebut adalah transfer dan melibatkan pos RAK (Rekening Antar Kantor). Jika transaksi terjadi antara dua bank yang berbeda, maka transaksi tersebut adalah kliring yang berarti harus melalui Bank Indonesia dan melibatkan pos R/K BI.                                                      

0 komentar:

Posting Komentar

 

itsuntoldstory Copyright © 2011 Design by Ipietoon Blogger Template | web hosting