Pada kesempatan sebelumnya saya
telah membahas World Financial Flow dan telah mengilustrasikan sedikit tentang
Bank sebagai Financial Intermediary. Sekarang, saya akan membahas sedikit lebih
banyak tentang mekanisme Bank sebagai Financial Intermediary (Perantara
Keuangan).
Mekanisme sebuah Bank sangat erat
kaitannya dengan Source of Fund (Sumber Dana) dan Use of Fund (Penggunaan
Dana). Source of Fund adalah semua pos – pos yang terdapat di sisi pasiva dalam
neraca, sedangkan Use of Fund adalah semua pos – pos yang terdapat di sisi
aktiva dalam neraca. Tidak seperti accounting pada umumnya, Source of Fund
mencerminkan darimana Bank memperoleh uang dan Use of Fund mencerminkan
bagaimana Bank mengalokasikan Source of Fund-nya. Berarti, semua pos yang ada
di sisi pasiva jika mengalami penambahan harus dicatat sebagai kredit, dan
semua pos yang terdapat disisi aktiva jika mengalami penambahan harus dicatat
di debit.
Adapun pos – pos yang termasuk
dalam Source of Fund adalah (1) Deposit atau dana pihak ketiga, (2) Securities
atau dana pihak kedua, (3) Capital atau dana pihak pertama.
1. Deposito
Deposito atau biasa disebut dana
pihak ketiga adalah dana yang paling besar proporsinya dibandingkan dengan
source of fund lainnya. Dana ini dihimpun dari masyarakat yang surplus.
Terdapat 3 jenis deposito, yaitu (a) saving deposit (tabungan); (b) demand
deposit (giro); (c) time deposit (deposito). Dari ketiga deposito tersebut akan
menghasilkan variabel i1 bagi bank.
2. Securities
Securities adalah dana pihak
kedua yaitu berupa (a) obligasi; (b) Pinjaman BI (Kredit Likuiditas Bank
Indonesia/KLBI); dan (c) Pinjaman Holding. Dari securities ini akan
menghasilkan variabel i2 bagi bank.
3. Capital
Capital adalah dana pihak pertama
yang terdiri dari (a) Setoran Modal; (b) Hasil Operasi; dan (c) Deviden. Hasil
Operasi adalah hasil pengurangan antara Laba operasi dengan retained earnings.
Sisa dari hasil operasi tersebut akan dibagikan kepada para pemegang saham
berupa deviden. Dari ketiga jenis capital tersebut diatas akan menghasilkan
variable i3.
Dari ketiga pos Source of Fund
tersebut diatas, Deposito-lah yang harus paling besar proporsinya dalam sebuah
bank. Jika Capital dan Securities lebih besar proporsinya dibandingkan dengan
proporsi Deposit, maka bank tersebut dinyatakan tidak sehat dan harus
dilikuidasi.
Selain adanya Source of Fund di
sisi pasiva, kita juga mengenal adanya Use of Fund di sisi aktiva. Use of Fund
tersebut terdiri dari :
1. Cash
Reverse (Cadangan Kas)
Sebuah Bank wajib memiliki
cadangan kas karena menyangkut likuiditas sebuah bank. Cadangan Kas terbagi
menjadi dua, yaitu kas dan Rekening Koran pada BI (R/K BI). Untuk kas, jumlah
cadangannya tidak ditentukan, tetapi untuk R/K BI nilainya minimal 8% dari
total deposito. Setiap Bank wajib menyimpan uang di BI dalam bentuk R/K BI.
Peraturan yang mengatur R/K BI bernama Legal Reserve Requirement (LRR). R/K BI
sangat penting bagi sebuah Bank. Fungsi R/K BI yang pertama adalah untuk
menilai likuiditas. Jika R/K BI sebuah Bank kurang dari 8% maka Bank tersebut
dinyatakan tidak likuid sehingga Bank tersebut harus di likuidasi. Fungsi R/K BI
yang kedua adalah untuk melakukan transaksi kliring.
Peraturan R/K BI yang kedua
menyangkut di sisi loan, yang bernama Loan Deposit Rasio (LDR), yaitu setiap Bank
dapat menyalurkan loan maksimal 110%. Artinya, loan : (deposit + capital) x
100% jika loan 110%, deposit 100%, maka capital harus 10%. Peraturan ini
menyangkut pada dua hal yaitu : (1) Prudent Bank : terpercaya, yaitu esensi
dari kehati-hatian bahwa setiap pinjaman yang Bank salurkan kepada masyarakat
wajib melibatkan modal dari Bank itu sendiri sebesar 10%. Istilah ini terkait Kolektibilitas
Bank yaitu kemampuan peminjam mengembalikan pinjamannya. (2) Multiplier : Bank
juga harus berfungsi sebagai lembaga multiplier atau pengganda nilai uang,
sehingga Bank harus memiliki modal yang cukup untuk menyalurkan kredit.
Peraturan R/K BI yang ketiga
adalah Capital Adequary Rasio (CAR). Selain kecukupan modal, rasio lainnya yang
menyangkut kecukupan modal adalah CAR. Selain memiliki modal yang cukup untuk
menyalurkan kredit, setiap bank juga harus memiliki modal yang cukup untuk
melakukan investasi, dan mengalokasikan dana sesuai dengan resikonya masing –
masing. CAR dapat ditunjukkan dengan cari membagi modal dengan ATMR (Aktiva
Tertimbang Menurut Risiko). Ketika Bank menyalurkan kredit, perlu adanya
peninjauan atas resiko tidak tertagihnya kredit tersebut. Resiko tersebut
kemudian dikalikan dengan jumlah pinjamannya, sehingga diketahuilah jumlah ATMR
tersebut.
2. Loan
(Dana yang di pinjamkan)
Dana source of fund yang berasal
dari Deposito, sebagian besar di alokasikan Bank untuk di pinjamkan kepada
masyarakat. Dari kegiatan ini terbentuklah variabel i4. Sehingga i4
harus lebih besar dibandingkan dengan i1, i2, dan i3.
3. Securities
Selain menjual saham dan obligasi
sebagai Source of Fund, Bank juga membeli saham dan obligasi sebagai kegiatan investasinya.
Dari kegiatan berinvestasi tersebeut maka terbentuklah variabel i5.
4. Other
Asset
Sebuah Bank juga memiliki asset
lain seperti kendaraan, gedung, peralatan kantor, dan lain sebagainya.
Seperti
yang telah dijelaskan sebelumnya, R/K BI sangat penting bagi sebuah Bank untuk
menilai likuiditas, dan untuk kegiatan kliring. Apa yang dimaksud denga
kliring. Untuk mengetahui esensi dari kliring, mari kita ilustrasikan :
Beberapa
Bank di suatu wilayah, kita sebut saja sebagai Bank A, Bank B, Bank C, dan Bank
D. Bank memiliki kebiasaan untuk saling berkirim surat setiap harinya. Surat
tersebut dikirim pada pagi hari, dan akan dibalas pada sore harinya. Pengiriman
dilakukan oleh kurir masing – masing Bank tersebut. Untuk menghemat waktu dan
tenaga, keempat kurir tersebut kemudian bertemu disuatu tempat untuk bertukar
surat – surat yang harus mereka kirim. Tempat tersebut kemudian meminta charge atas transaksi yang
mereka lakukan ditempat itu. Tempat itu mengenakan biaya sebesar minimal 8%
dari jumlah deposito Bank tersebut. Tempat tersebut adalah Bank Indonesia.
Biaya yang dikenakan disebut Rekening Koran pada BI, dan surat – surat tersebut
disebut warkat. Proses diatas kita kenal dengan istilah Kliring.
Lalu Lintas Moneter melalui Transfer dan Kliring
Tuan Andri adalah seorang eksportir batik. Tuan Andri membeli
kain kain batiknya dari Nona Memey. Tuan Andri membayar tagihan dari Nona Memey
sebesar Rp 50.000.000,- dengan cek. Tuan Andri adalah nasabah Bank A, sedangkan
Nona Memey adalah nasabah Bank B. Nona Memey mencairkan cek yang diberikan Tuan
Andri di Bank B. Karena Tuan Andri merupakan nasabah dari Bank A, dan cek yang
diberikan adalah cek dari Bank A, maka Bank B harus melakukan kliring kepada
Bank A dengan cara mengirimkan nota debit. Pengiriman nota debit tersebut harus
melalui Bank Indonesia. Bank Indonesia kemudian memotong jumlah R/K BI Bank A,
lalu mengirimkan nota debit kepada Bank A. Nota debit yang dikirimkan oleh Bank
B kepada Bank Indonesia disebut Nota Debet Keluar, sedangkan Nota Debet yang
dikirimkan Bank Indonesia kepada Bank A disebut Nota Debit Masuk.
Karena hubungan bisnis antara Tuan Andri dan Nona Memey sudah
sangat kental, pada hari ulang tahun Nona Memey yang ke 19, Tuan Andri
menghadiahkan Nona Memey berupa uang senilai Rp 20.000.000,- yang dikirimkan
melalui Bank A kepada Bank B. Bank A harus memotong jumlah tabungan Tuan Andri
dan mengirimkan kepada Nona Memey melalui Bank B. Bank A kemudian mengirimkan
nota kredit kepada Bank Indonesia, kemudian Bank Indonesia segera memotong
jumlah R/K BI Bank A, dan dan menambahkannya ke R/K BI Bank B. Lalu, Bank
Indonesia mengirimkan nota kredit kepada Bank B. Segera setelah pengiriman nota
debit oleh Bank Indonesia kepada Bank B, bertambahlah jumlah tabungan Nona
Memey senilai Rp 20.000.000,-
Pada suatu ketika, Tuan Andri memberikan cek senilai Rp
90.000.000,- kepada Nona Memey sebagai pembayaran atas pemesanan kain – kain
batiknya. Nona Memey kembali harus mencairkan ceknya melalui Bank B. Bank B
kemudian mengirimkan lagi nota debit keluar kepada Bank Indonesia, Bank
Indonesia kembali harus memotong jumlah R/K BI Bank A, dan menambahkannya ke
dalam R/K BI Bank B. Kemudian, Bank Indonesia mengirimkan nota debit masuk
kepada Bank A. Bank A kemudian menemukan bahwa jumlah giro Tuan Andri tidak mencukupi
untuk memenuhi cek senilai Rp 90.000.000,- maka Bank A mengirimkan tolakan
kliring kepada Bank Indonesia. Bank Indonesia kemudian mengembalikan saldo R/K
BI Bank A dan Bank B seperti semula.
Jika Bank A memiliki deposito sebesar Rp 100.000.000,- maka
R/K BI minimal Bank A senilai Rp 8.000.000,- (8% dari jumlah deposit). Bank A
memiliki Excess Reserve sebesar Rp 2.000.000,- sehingga total R/K BI adalah
senilai Rp 10.000.000,-. Jika terjadi kliring sebesar Rp 4.000.000,- maka Bank
Indonesia harus membayar kliring tersebut dari total R/K BI Rp 10.000.000,-.
Sehingga total R/K BI akan menjadi Rp 6.000.000,-. Hal ini sudah menyalahi
aturan bahwa total R/K BI sebuah bank minimal adalah 8%. Bank A harus menyetor
dana sebesar Rp 2.000.000,- untuk menambah jumlah R/K BI sebelum melunasi
kliring tersebut. Waktu pembayaran R/K BI ditentukan hanya dalam 10 hari kerja
minggu atau setiap 2 minggu sekali, jadi belum waktunya bagi Bank A menyetorkan
R/K BI. Dengan demikian, Bank A harus melakukan “call money” yaitu meminjam
dari bank lain untuk menambahkan saldo R/K BI nya i agar dapat segera melunasi
kliring tersebut. Jika pinjaman biasa menggunakan pa (pertahun) sebagai
perhitungan bunga, call money menggunakan perhitungan bunga on (overnight)
bunga dihitung (misal) 10% per malam.
Dari ilustrasi diatas, sangat jelas bahwa R/K BI memang hal
yang krusial bagi sebuah bank. Kesalahan perhitungan R/K BI akan membuat R/K BI
sebuah bank menjadi terlalu besar atau terlalu kecil. Jika R/K BI sebuah bank
terlalu kecil, bank mau tidak mau harus menanggung bunga overnight atas call
money yang dilakukannya. Jika terlalu besar R/K BI sebuah bank, bisa saja bank
tersebut akan kekurangan cadangan kas.
Apakah kliring hanya bisa terjadi jika bank – bank tersebut
berada di satu wilayah? Bagimana bila kliring terjadi antara dua bank berbeda
dan di kota yang berbeda?
Tuan Andri, nasabah Bank A Jakarta, ingin mengirim uang
kepada Nona Lani, nasabah Bank B Wamena. Transaksi ini dapat dilakukan dengan 2
cara :
(1) Bank A Jakarta mentransfer sejumlah uang kepada Bank A
Wamena, dengan cara mendebit tabungan Tuan Andri pada RAK (Rekening Antar
Kantor). Bank A Wamena melakukan kliring kepada Bank Indonesia Wamena dengan
cara mendebit RAK pada R/K BI. Bank Indonesia kemudian menyampaikan uang tersebut
kepada Bank B Wamena. Bank Indonesia mendebit R/K BI Bank A Wamena pada R/K BI
Bank B Wamena. Bank B Wamena mendebit R/K BI pada Tabungan Nona Lani.
(2) Bank A Jakarta melakukan kliring kepada Bank Indonesia
Jakarta dengan cara mendebit tabungan Tuan Andri pada R/K BI. Bank Indonesia
Jakarta mengirim uang tersebut ke Bank B Jakarta, kemudian Bank B Jakarta
mengirimkan uang tersebut kepada Bank B Wamena.
Itulah sedikit ilustrasi tentang lalu lintas moneter melalui
mekanisme transfer dan kliring. Perbedaan antara transfer dan kliring terletak
pada Bank yang dituju. Jika transaksi terjadi antara Bank yang sama, transaksi
tersebut adalah transfer dan melibatkan pos RAK (Rekening Antar Kantor). Jika
transaksi terjadi antara dua bank yang berbeda, maka transaksi tersebut adalah
kliring yang berarti harus melalui Bank Indonesia dan melibatkan pos R/K BI.
0 komentar:
Posting Komentar